OMONG-OMONG kosong. Andaikan pun karena kasus Zaenal Ma’arif ini entah bagaimana akhirnya terjadi impeachment atas Presiden dan mengakibatkan beliau turun: tak ada seserpih kekhawatiran di hati saya terhadap nasib bangsa Indonesia.
Gugur satu tumbuh seribu. Bahkan, jatuh satu, sudah tersedia beribu-ribu.Bangsa Indonesia melahirkan sangat banyak tokoh-tokoh yang sewaktu- waktu siap bertahta di singgasana kemuliaan tertinggi menjalankan tugas negara. Seandainya pun konstitusi mengizinkan ada 10 presiden, bismillah kita siap. Setiap Menteri pantas jadi presiden, setiap jenderal mampu jadi presiden,setiap gubernur sanggup jadi presiden, setiap anggota MPR, DPR, DPD pantas jadi presiden. Tokoh-tokoh partikelir lebih siap lagi. Setiap institusi, LSM, ormas, kelompok, suku, warga, dan lingkar apa pun tidak pernah tidak siaga menyediakan calon presiden.
Tidak ada bangsa di muka bumi sedahsyat bangsa Indonesia dalam hal SDM, karakter, dan manajemen kepemimpinan. Siapa saja bisa menjadi apa saja. Ada manusia tahu sedikit tentang sedikit hal,ada manusia tahu banyak tentang sedikit hal,ada manusia tahu sedikit tentang banyak hal.Tokoh-tokoh bangsa kita tahu banyak tentang banyak hal! Kalau ada negara di dunia butuh presiden, menteri, aktivis, politisi, ulama, ustadz, pakar, jurnalis, intelektual, budayawan, bankir, manajer, apa pun saja, sebut satu persatu: bangsa kita memilikinya secara berlimpah-limpah.Bagi jaringan Masyarakat Maiyah, lingkar KiaiKanjeng dengan ratusan kelompok-kelompoknya, audiens Padangbulan, Mocopat Syafaat, Gambang Syafaat, Papparandang Ate, Tali Ka Asih,Kenduri Cinta, dst, apa yang diributkan dalam perseteruan antara ZM dan SBY sudah dimafhumi sejak mulai ada gejala kepastian bahwa orang Pacitan itu akan naik jadi RI-1.
Tetapi itu tidak digagas sebagai agenda primer dan tak masuk hati. Biasa, sejak zaman Nabi Adam manusia yaghtab ba’dhuhum ba’dha, saling ngerumpi satu sama lain. Tetapi empat bulan yang lalu, seorang aktivis kebatinan mengemukakan kepada forum saya bahwa menjelang Agustus 2007,Presiden akan ”ditembak” dengan peluru kehidupan privat beliau. Teman-teman kebatinan tahun-tahun terakhir ini kasih kontribusi cukup banyak untuk membangun atmosfer sakit jantung masyarakat. Bencana puncak dan sangat dahsyat terjadi Rajab nanti, Pulau Jawa terbelah dua, peradaban dunia sedang berakhir dan digantikan peradaban baru, negara adikuasa yang selama ini merajalela sebenarnya sudah bangkrut, Sabdopalon Noyogenggong menagih janji sejak arah lelehan lahar Merapi berubah arah, negara Nusantara akan berdiri.
Yang paling mengerikan adalah idiom klasik wong Jowo kari separo, Cino Londo kari sakjodho, serta kasus ZM-SBY sebenarnya didesain untuk mengawali krusialitas zaman yang ujungnya adalah sirnanya NKRI. Saya jadi repot karena khalayak di forum-forum itu pasti minta konfirmasi kepada saya. Kemampuan meramal saya tak punya, mau nyoba ‘ilmul kasyaf: hidup saya terlalu kotor untuk itu. Sering orang menuduh saya bisa meramal, jatuhnya Soeharto, naik turunnya Gus Dur,tsunami Aceh,dll, dikait-kaitkan dengan satu dua pernyataan saya sebelumnya,bahkan dengan warna pakaian saya pada suatu momentum.
Padahal, nanti siang jam berapa menit ke berapa saya akan merasa lapar, saya benar-benar tak tahu. Dari Lembah Badar, 230 km dari Madinah, saya SMS-kan kalimat Rasulullah SAW ”Asalkan Engkau tak marah kepadaku ya Allah, aku tak peduli..(nasibku dan apa pun yang terjadi di bumi, tsunami, gempa, bumi bocor...)” pada 26 Mei 2006, teman-teman KiaiKanjeng langsung mewiridkan itu semalaman sampai tiba gempa pagi harinya. Padahal, wirid itu adalah pengabdian ulang tahun saya kepada sahabat-sahabat dekat. Kalau ada rakyat mau bikin warung atau usaha lain, mau pindah atau menempati rumah, mau nikah atau apa pun yang mendasar, mereka minta ”hari baik” kepada saya.
Untuk menyembunyikan ketidaktahuan saya terhadap hal-hal begini, saya menjawab: Saya tidak berani menuduh ada hari ciptaan Allah yang buruk. Maka, terhadap berita duka tentang bencana lebih besar dan sirnanya Negara Kesatuan Republik Indonesia, saya memberi konfirmasi kepada komunitas: Kita syukuri ramalan-ramalan itu, semakin banyak dan mengerikan semakin baik.Karena Tuhan tidak mau dipergoki,Tuhan tidak mau dikonangi dan didului. Dengan begitu, semoga karena Ia tersinggung, Ia batalkan segala keburukan dan kesengsaraan itu bagi bangsa Indonesia. Sebagaimana tanggal akhir belasan Mei 2006 Sri Sultan HB X menyatakan dengan iktikad baik bahwa sepuluh hari lagi Gunung Merapi akan meletus. Allah kasih ”serangan balik” dengan bikin gempa dahsyat yang pusatnya terletak di arah belakang Keraton Yogya.
Gus Dur yang waskita punya persepsi komedis sendiri: gempa Yogya itu terjadi karena ada kelompok-kelompok Islam radikal yang menyuruh Nyai Roro Kidul pakai jilbab. Masyarakat sebaiknya mempelajari rileksitas Gus Dur dalam menanggapi kengerian-kengerian. Di Istana Negara pasca-impeachment sebelum Gus Dur, saya rayu agar pulang ke istana Ciganjur, saya tanya ”Kenapa sih Gus,kokpake bikin dekrit segala?” Beliau menjawab: ”Lha sudah lama ndak ada dekrit.” ”Sampeyan bikin Dekrit kok salah staf untuk mengidentifikasi sikap TNI?” ”Wong namanya teplek (satu jenis judi kampung di Jombang), kadang ya menang, kadang ya kalah.” Jadi, kalau ada yang bilang NKRI akan sirna, make it simple: mungkin ganti nama, ganti konstitusi, ganti wajah,ada kelahiran baru, terbit matahari baru, muncul pemimpin multi-ability yang terduga, seperti ungkapan teman-teman kebatinan sendiri: Satriyo Pinandito Sinisihan Wahyu, hadir pertolongan Tuhan yang tak disangka- sangka, berdasarkan melimpahnya ”setoran”rakyat Indonesia kepada Tuhan: kesengsaraan, keputusasaan, derita yang tak sudah-sudah....
EMHA AINUN NADJIB* *) Budayawan
Tidak ada komentar:
Posting Komentar