Seputar Indonesia, Jum'at, 10/08/2007
AKAN lebih oke mana Jakarta bersama Adang Darajatun atau bersama Fauzi Bowo? Kebenaran, kemajuan, kesejahteraan, terletak di tangan Fauzi atau Adang?
Bowo dan Darajatun ingin melayani rakyat Jakarta ataukah ingin menjadi gubernur? Yang mana jalan, yang mana tujuan? Menjadi gubernur adalah salah satu jalan untuk mengabdi kepada rakyat, ataukah mengabdi kepada rakyat adalah jalan siasat untuk menjadi gubernur.Yang mana yang primer, yang mana sekunder?
Yang primer pengabdiannya ataukah jabatan gubernurnya? Apakah sebuah kesebelasan akan menjadi lebih berkembang dengan ditangani oleh mantan asisten pelatih ataukah menjadi lebih bagus kalau disentuh oleh pelatih yang fresh dan baru sama sekali? Terciptanya gol-gol hasil kesebelasan itu terletak di kaki Darajatun ataukah Bowo?
Apakah bisa diasumsikan Adang adalah representasi dari suatu fenomena kekuatan politik baru yang berbeda dengan tradisi-tradisi kekuasaan pada era sebelumnya, baik pada sisi ideologi,karakter kepemimpinan, maupun tata kelola birokrasi dan budaya komunikasi sosialnya? Sementara Fauzi Bowo diletakkan pada lajur- lajur kuno, kontinuasi dari kebekuan, stagnasi dan involusi kepemimpinan sejak eraera sebelumnya?
Apakah Adang adalah kekuatan baru dan Fauzi adalah kekuatan lama? Apakah Bowo adalah kader partainya yang dibina sejak lama sampai matang dan Darajatun adalah kader partainya yang dibina sejak lama sehingga dipentaskan sebagai ujung tombak? Siapakah yang reformis: Adangkah atau Fauzikah? Apakah PKS adalah partai reformasi,dan Golkar PDIP dll adalah monster tua atau zombi masa silam yang tak mati-mati?
Apakah partai yang membusuri Adang adalah kekuatan terpelajar, punya elegansi intelektual, yang konstituennya diambil dari gedung-gedung sekolah dan bukan dari gardu-gardu, terminal dan tepian-tepian jalan raya—sehingga dia lebih menjanjikan transformasi ke depan yang lebih rasional, signifikan, dan produktif untuk milenium pascamodern ini? Sementara Fauzi diluncurkan oleh busur tradisional, konservatif, bermarkas di kampung-kampung,pasarpasar, hamparan-hamparan kumuh, dengan kelambanan birokrasi dan ketidakcerdasan kepemimpinan?
Apa keterkaitan, relevansi historis, hubungan ideologis dan latar belakang prinsip nilai-nilai kehidupan Adang dan Fauzi dengan partai yang mencalonkannya? Bagaimana menjelaskan secara rasional bahwa pohon duren berbuah Bowo, serta perkebunan mangga berbuah Adang? Di jalur mana Bowo selama puluhan tahun menempuh kariernya? Di pengajian mana, majelis taklim mana, di halaqah pengaderan mana Adang berasal sehingga ternyata kemudian dia adalah buah unggulan dari pohonnya?
Apakah Bowo dicalonkan melalui money politics,sementaraAdang dicalonkan dengan mengharamkan money politics? Ataukah keduanya bergelimang money politics? Ataukah keduanya bersih dari money politics? Apakah rakyat memilih calon yang bersih money politics, ataukah rakyat justru menantikan cipratan money politics? Menggunakah parameter apakah untuk mendekati pengetahuan agar bisa menjawab pertanyaan: Bowokah atau Adangkah yang lebih baik memimpin?
Pakai ilmu politik standar, pakai wacana kenegaraan dan birokrasi baku, pakai fenomenologi kepemimpinan tradisional, modern, postmodern, kebatinan, kitab suci,common sense,atau apa? Apakah rakyat Ibu Kota dan seluruh bangsa agak benar-benar memiliki pengetahuan tentang para pemimpinnya serta tentang dirinya sendiri?
Apakah warga Ibu Kota dan masyarakat nasional ini memiliki pengertian yang sedikit saja memadai tentang apa-apa yang sebenarnya sedang kita lakukan,di bidang politik, budaya, mentalitas, profesionalisme, karier,perjuangan dan ambisi-ambisi? Apakah bagi bangsa Indonesia Soekarno itu pahlawan atau pengkhianat? Apakah Soeharto itu berjasa atau mencelakakan?
Apakah Habibie itu manusia unggul yang diperlukan oleh bangsa Indonesia ataukah dia hanya orang lewat yang boleh dibuang kapan saja? Gus Dur itu tokoh dan karakter sebagaimana yang kita junjungjunjungkan sekian puluhan tahun, ataukah yang kita maksud bukan Gus Dur yang di Ciganjur? Megawati dan Susilo Bambang Yudhoyono itu faktor yang positif ataukah negatif dalam pemetaan di hati dan pikiran kita? Apakah bangsa Indonesia tahu apa dan siapa yang semestinya mereka muliakan serta yang mestinya mereka ludahi karena mempermalukan bangsa dan dirinya sendiri?
Apakah masyarakat Indonesia punya sedikit saja kecerdasan tentang apa dan siapa yang mereka perlukan dan yang mereka dirugikan? Tentang apa dan siapa yang sebaiknya mereka dekati, mereka apresiasi, mereka gali kemuliaannya, mereka wawancarai serta apa dan siapa yang seyogianya dipahami sebagai ancaman dan jebakan masa depan mereka?
Okelah, tak usah rakyat: apakah para tokoh, aktivis, cendekiawan, budayawan,pemuka-pemuka agama, wartawan, dan siapa pun saja, sais kereta sejarah negeri ini—tahu, mengerti dan syukur sedikit meluangkan waktu untuk menyelami, menganalisis dan memetakannya? Apakah bangsa ini sedang berjalan menuju kehancuran ataukah kesadaran dan kebangkitan? Di manakah sesungguhnya alamat Adang dan Bowo serta parpol-parpol di belakangnya di antara kehancuran dan kebangkitan itu?
Seluruh pertanyaan itu sangat mudah kita jawab, tetapi yang tak bisa kita jawab adalah seberapa dekat jawaban kita itu dari titik kebenaran kenyataan? Seluruh pertanyaan itu saya akhiri dengan sebuah jawaban kepastian: Tuhan yang tahu.Tetapi harus disusul oleh pertanyaan berikutnya: apakah Tuhan bersedia memberitahukan pengetahuan- Nya itu kepada kita? Apakah hidup kita punya kelayakan untuk dibukakan kebenaran? (*)
EMHA AINUN NADJIB* *) Budayawan
Tidak ada komentar:
Posting Komentar